Rumput Tetangga yang Selalu Lebih Hijau

Judul di atas adalah ungkapan yang sangat terkenal. Bahkan ada bahasa inggrisnya. Haha.

Ehem

Jadi, pada dasarnya, kita sebagai manusia memang sering ga tau terima kasih. Kita, gue elo semuanya, lebih sering ngeliat apa yang kita gak punya dibanding apa yang kita punya. Contoh terdekatnya aja deh. Sekarang gue ada kerjaan (sampe 2 minggu lagi sih). Dulu waktu libur gue gak ada kerjaan, craapp, gue sempet desperate banget, dan rasanya pingin kembali ke masa hectic awal-awal kelas 3. Begitu gue dapet kerjaan, rasanya gue pingin cepet2 libur dan semuanya berakhir. Memang sih, liburan itu paling oke kalo kita abis kerja keras. Masalahnya kenikmatan liburan itu sendiri, paling cuman bertahan umm… lemme say, 5 hari.

Terus ya, kayak percakapan gue dan gaby beberapa hari kemaren,

Gue bilang, pernikahan orang bule yg di TV dan film2, itu sangat keren dan ga ribet. Ya lo tinggal buat janji pernikahan, make gaun putih panjang, mesen katering, nyebarin undangan, and you’re pronounced as husband and wife. Selesai semuanya. Dan ada sesuatu tentang bishop yang ngomong,

“(Name) do you take (name) to be your lawful wedded wife/husband?”
“I do.”
“Do you promise to love and cherish her/him, in sickness and in health, for richer for poorer, for better for worse, and forsaking all others, keep yourself only unto her/him, for so long as you both shall live?”
“I do.”
“Do you together promise in the presence of your friends and family that you will at all times and in all circumstances, conduct yourselves toward one another as becomes Husband and Wife?”
“We do.”
“Do you together promise you will love, cherish and respect one another throughout the years?
“We do.”

(Sigh) So romantic and sacred. Eh ada yang kurang,

“Now you may kiss the bride”

Dan juga bagian waktu bishop nanya kalau di antara tamu yang dateng keberatan dengan pernikahan itu silakan angkat tangan atau diam seumur hidup. Well, the lesson we learn is that we shouldn’t invite people that hate us and our spouse. Or our exes that probably keep revenge or what.

Nay nay, that’s not the point.

Intinya, GUE menganggap pernikahan barat sangat keren. I know, seharusnya gue menjunjung tinggi adat pernikahan di Indonesia yang sangat beragam dan unik. Well, tapi gue pingin nikah pake gaun putih panjang seperti di film2 itu, bukan baju adat. Dan ingin siapapun yang menikahkan gue mengucapkan kata-kata seperti di atas (walaupun sebenernya gue lebih kepingin PESTA pernikahan, dibanding pernikahan itu sendiri, I admit it hehe). Tapi, don’t you think, kalo orang2 barat justru menganggap pernikahan orang Indonesia sangat keren dan ‘out of the ordinary’? Mungkin mereka justru beranggapan bahwa acara siram2an (pokoknya yang ngeguyur pengangtin itu lho) dalam baju adat yang ribet plus acara nginjek telor lebih sacred dibanding pernikahan kebun mereka. Kita selalu menganggap apa yang tidak bisa kita capai (seperti pernikahan barat, buat gue) lebih baik. Atau sesuatu yang diluar kebiasaan juga sering kali kita anggap lebih keren. Gue ga nyalahin orang-orang yang seperti itu, karena, jujur aja, sampe detik gue nulis post ini dengan kesadaran penuh, gue masih tetap merasa bahwa pernikahan barat itu lebih oke.

Stop talking about marriage, Im 16.

Kemaren, gue sempet ngobrol (sama gaby) betapa repotnya mencari bahan kebaya untuk pawidya. Dan gue belom berusaha mencari sama sekali, padahal temen2 gue udah buat sejak seminggu yang lalu. Atau memutuskan untuk nyewa. Terus, obrolan pun berlanjut mengenai pawidya yang akan dilaksanakan di LAPANGAN BASKET INDOOR. Sepertinya gue akan pake sepatu kets nanti, karena takut ngerusak lantai basket indoor yang sangat mahal itu. Dan (lagi-lagi) gue protes kenapa upacara kelulusan ga bisa dilangsungkan SEPERTI DI FILM2, di halaman depan sekolah yang hijau dan murid2nya cuman pake baju wisuda dan setelah dinyatakan lulus semua kita melempar toga. Well, kali ini gue bener bahwa ‘rumput tetangga memang lebih hijau’, karena di halaman sekolah gue ga ada rumput. Cuman ada paving block yang di cat ijo, jadi lebih keliatan kayak batu yang melumut. Oops, sekolah gue ga punya halaman lebih tepatnya, karena halamannya ada di kompleks SD dan SMP.

ANYWAY,

Mengenai masalah wisuda ini gue ga terlalu ngotot betapa gue pingin di wisuda seperti yg difilm-film, karena menurut gue kebaya is kinda cute. Walaupun nyari bahan, menentukan model dan menjahitnya juga jauh lebih repot dibanding pake jeans dan t-shirt yang didobel baju wisuda. Tapi tolonglah, masa wisudaan di lapangan basket indoor. Malem-malem lagi. Kenapa ga di lapangan bola aja (yang setidaknya berumput) di pagi hari yang cerah dengan angin sepoi-sepoi? Atau di gedung sekalian deh yang berAC dan lebih terasa ‘wisuda’nya.

Maaf, ya gue terlalu banyak protes (seperti judul gue).

Dulu gue mikir, ah masalah wisuda masalah gampang, yang penting dapet kuliah bagus dan lulus UAN. Sekarang gue rasa wisuda itu masalah yang penting juga.

Ya kesimpulan dari tulisan gue kali ini.. Err, just take a look at things you’ve got. They’re not always things you want, but at least you have reasons in life to thank God.

2 responses to “Rumput Tetangga yang Selalu Lebih Hijau

  1. Yah….
    Klo pernikahan adat mah pasti punya filosofinya masing2… tapi klo mo pernikahan yg seperti adat juga bisa kan??

    soalnya karang lagi ngetrend tuh punya 2 pernikahan… yg pertama sesuai adat… yg ke2 ala barat… trus resepsi dah…

    wakakaakakakakakakakaaka….

    (0_o)!
    ngapain nih ngomong nikah2??? (masi kecil juga…)

    • bukan masalah tren, sori ya, gue punya cukup banyak pendirian untuk bertahan dari arus tren. dan menurut gue ga ada yg lucu utk ditertawakan.

      1 lagi, iya gue 16, tapi gue punya hak yang sama seperti org lain buat ngomongin masalah pernikahan.

Leave a reply to manteero Cancel reply